Dosen Prodi Ilmu Sejarah Universitas Jambi Lestarikan Lacak: Warisan Budaya Melayu sebagai Identitas Bangsa


 

Kerisjambi.id, Jambi 4 Oktober 2025 - Tim dosen Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Jambi melaksanakan kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat (PkM) bertajuk “Pelestarian Lacak sebagai Warisan Budaya Melayu Jambi” di Desa Teluk, Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi.


Kegiatan ini merupakan bagian dari komitmen Universitas Jambi dalam mengimplementasikan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam bidang pengabdian masyarakat yang berorientasi pada pelestarian budaya daerah dan penguatan pendidikan karakter berbasis kearifan lokal.


Tim pengabdian ini diketuai oleh Fatonah, S.S., M.I.Kom., dengan anggota dosen: Denny Defrianti, S.Sos., M.Pd., Abdurrahman, S.Pd., M.A., Padhil Hudaya, S.Pd., M.A., Isrina Siregar, S.Pd., M.Pd., Wulan Resiyani, S.S., M.A., dan Zainul Bahri.

Kegiatan ini juga menggandeng Datuk Zainul Bahri, budayawan dan pelestari Lacak Melayu Jambi yang telah dikenal luas atas dedikasinya dalam merancang dan mengajarkan seni lipat Lacak tradisional dan modern.


Lacak: Simbol Marwah, Kearifan, dan Identitas Melayu


Dalam tradisi Melayu Jambi, Lacak bukan hanya penutup kepala, tetapi simbol kehormatan, kebijaksanaan, dan spiritualitas.

Kata lacak berarti bekacak - yang melambangkan kegagahan dan martabat seorang lelaki Melayu.


Menurut catatan sejarah, Lacak telah digunakan oleh raja, panglima, dan laskar Melayu sejak masa Kesultanan Jambi. Tiga bentuk Lacak klasik yang dikenal ialah:


Lacak Kepak Ayam Patah – lambang semangat belajar dan kesederhanaan.


Lacak Gagak Hinggap – simbol kewaspadaan dan tanggung jawab.


Lacak Pucuk Rebung – melambangkan kebijaksanaan dan kedudukan luhur.


Kini, berkat kreativitas Datuk Zainul Bahri, Lacak telah berkembang menjadi 28 jenis baru yang diadaptasi dari nilai-nilai sejarah dan tokoh Jambi, termasuk Lacak Sultan Thaha, Raden Mattaher, dan Rang Kayo Pinggai.


“Melalui kegiatan ini, kami ingin menumbuhkan kesadaran bahwa melestarikan Lacak bukan hanya menjaga warisan benda, tapi juga merawat nilai, marwah, dan jati diri Melayu Jambi,” jelas Fatonah, M.I.Kom., Ketua Tim Pengabdian.


Pelatihan Pembuatan Lacak: Edukasi dan Aksi


Dalam pelatihan yang digelar di Balai Desa Teluk, para peserta — terdiri dari pemuda, pelajar, dan tokoh masyarakat — dilatih langsung membuat Lacak Sulthan Thaha dan Lacak Raden Mattaher.

Antusiasme peserta menunjukkan besarnya minat masyarakat untuk mengenal dan menghidupkan kembali budaya leluhur mereka.


“Kami ingin agar anak-anak muda tidak hanya tahu cara membuat Lacak, tapi juga memahami nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya,” tutur Datuk Zainul Bahri, narasumber utama kegiatan.


Revitalisasi Budaya melalui Sinergi Akademik dan Komunitas

“Kami Prodi Ilmu Sejarah FKIP Universitas Jambi berkomitmen untuk menjadikan warisan budaya Melayu sebagai sumber inspirasi pendidikan karakter dan penguatan identitas bangsa,” ujar Denny Defrianti, M.Pd., anggota tim dosen.


Menjaga Warisan, Menginspirasi Masa Depan


Melalui kegiatan ini, Universitas Jambi berharap dapat menginspirasi masyarakat, pemerintah daerah, dan lembaga pendidikan lainnya untuk mengembangkan model pelestarian budaya berbasis partisipatif.

Pelestarian Lacak diharapkan dapat menjadi gerakan kultural dan edukatif, yang menumbuhkan kebanggaan serta kesadaran sejarah di kalangan generasi muda. “Kami percaya, menjaga budaya berarti menjaga jati diri dan masa depan bangsa,” tegas Abdurrahman, M.A.


Dokumentasi Kegiatan





Kegiatan diakhiri dengan sesi foto bersama antara tim dosen, perangkat desa, dan para peserta pelatihan. Para peserta berharap kegiatan serupa dapat digelar secara berkelanjutan agar keterampilan dan nilai-nilai budaya dapat diteruskan melalui sekolah, sanggar, dan komunitas pemuda. (*Red)