Press Release Thrifting Melawan Pelarangan dan Pemberhentian Bukan Solusi, Jangan Korbankan Kami!!!

 

Kerisjambi.id - Jakarta, 22 Maret 2023. Bisnis pakaian impor bekas atau yang lebih dikenal dengan sebutan Thrifting di Indonesia kembali dilarang oleh Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan, Zulkifli Hasan. Pelarangan itu mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.

Alasan lainnya, pemerintah menganggap bahwa pakaian impor bekas membawa penyakit, jamur, dan lainnya, alasan Indonesia bukan tempat sampah pakaian bekas negara lain serta menjadi penyebab lesunya atau bahkan matinya UMKM Indonesia terutama dibidang Industri Tekstil dalam Negeri. Apakah Benar seperti itu?

Sejak larangan itu dilontarkan oleh Menteri Perdagangan, banyak barang-barang pakaian impor bekas yang sudah ditangkap, disita dan dimusnahkan. Efek pelarangan itu, banyak pedagang atau masyarakat yang berjualan pakaian bekas impor menjadi cemas dan takut akan kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian mereka. Lalu, apakah pelarangan, pemberhentian dan memusnahkan adalah solusi terbaik?

Efek yang paling terasa adalah banyaknya masyarakat yang akan kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian yang selama ini bergantung dari berjualan pakaian impor bekas baik offline ataupun online. 

Bukan Thrifting yang Membunuh UMKM Indonesia Pernyataan Pemerintah yang mengatakan bahwa pakaian bekas impor menjadi penyebab terganggunya UMKM dalam negeri terutama bidang industri tekstil, merupakan pernyataan yang tak berdasar dan sama sekali tidak benar. Pemerintah melalui pernyataan itu seakan hanya mencari kambing hitam dan menutupi kelalaian dan ketidak-beresan pekerjaan lainnya.

Padahal faktanya, menurut data Asosiasi Pertekstilan Indonesia impor pakaian jadi dari negara Cina menguasai 80 persen pasar di Indonesia. Pada tahun 2019 impor pakaian jadi dari Cina 64.660 ton sementara menurut data BPS pakaian bekas impor di tahun yang sama hanya 417 ton atau tidak sampai 0,6 % dari impor pakaian jadi dari Cina. Di tahun 2020 impor pakaian jadi dari Cina sebesar 51.790 ton. Sementara pakaian bekas impor hanya 66 ton atau 0,13% dari impor pakaian dari Cina.

Tahun 2021 impor pakaian jadi dari Cina 57.110 ton sementara impor pakaian bekas sebesar hanya 8 ton atau 0,01% dari impor pakaian jadi dari Cina. Jika impor pakaian jadi dari Negara Cina mencapai 80% lalu pakaian jadi impor Bangladesh, India, Vietnam dan beberapa negara lain sekitar 15 % maka sisa ruang pasar bagi Produk dalam negeri cuma tersisa maksimal 5%.

Itupun sudah diperebutkan antara perusahaan besar seperti Sritex, ribuan UMKM dan Pakaian Bekas Impor.

Berdasarkan fakta dan data dari Asosiasi Pertekstilan Indonesia di atas, apakah mungkin produk yang hanya tersebar dan masuk kurang dari 2% setiap tahunnya di Indonesia, menjadi penyebab utama terganggunya pertumbuhan UMKM lokal Indonesia. Pemerintah seakan menjadikan bisnis dan usaha thrifting sebagai kambing hitam dan korban dari kelalaian kerja mereka untuk mendorong pertumbuhan UMKM atau bahkan menjadikan UMKM lokal sebagai ban serap untuk kepentingan lainnya.

Memberhentikan penjualan dan bisnis pakaian bekas impor di Indonesia bukan juga menjadi jaminan bahwa UMKM lokal akan terus berkembang dan tumbuh. Harusnya pemerintah melalui instansi terkait membangun program pembinaan, akses permodalan yang lebih mudah untuk membantu pertumbuhan UMKM. Daripada mengkambing hitamkan bisnis thrifting di Indonesia yang sebenarnya sudah banyak membantu masyarakat Indonesia sebagai pekerjaan yang menghasilkan pendapatan untuk melanjutkan hidup.

Kita jadi sanksi dan bertanya-tanya,siapa sebenarnya yang sedang dilindungi oleh Pemerintah dan atas kepentingan siapa kebijakan ini kembali dilontarkan?

Kejanggalan dan Ketidakadilan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Pakaian Bekas Impor

Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Merupakan aturan yang menjadi salah satu alasan pemerintah gencar melarang, menangkap dan menyita pakaian bekas impor. 

Dalam peraturan tersebut jelas bahwa tidak ada pengecualian apapun terhadap pakaian bekas impor apapun tidak boleh masuk ke Indonesia. Tapi kejanggalannya adalah, data yang disampaikan oleh Asosiasi Pertekstilan Indonesia merupakan data yang didapatkan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. BPS setiap tahun mencatat bahwa selalu ada pakaiam bekas impor yang masuk ke Indonesia dengan legal dan pembayaran pajaknya tercatat di Kementerian Keuangan Indonesia.

Artinya lembaga negara terkait seperti bea cukai dan Kementerian Keuangan mengizinkan pakaian bekas dari negara lain masuk ke Indonesia. Walaupun Kemenkeu berkilah itu adalah barang-barang bawaan pribadi atau personal effect. Tetapi bagaimanapun, tidak ada pengecualian dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 bahwa semua pakaian bekas dari negara lain tidak diizinkan masuk ke Indonesia.

Tentang personal effect atau bawaan pribadi misalnya, situs indonesiaimporter.com dengan kode HS 6309.00 untuk pakaian bekas, pada bulan maret tahun 2020 tercatat ada sekitar 290 item barang yang masuk ke Indonesia melalui Belawan. Bagaimana pemerintah menjelaskan tentang personal effect atau jinjingan 290 item barang tersebut. Bukankah itu sebuah pelanggaran dan bagaimana menjelaskan 2 aturan yang berbeda dari 2 kementerian di Indonesia.

Indonesia Bukan Tempat Sampah Pernyataan lainnya tentang Indonesia bukan tempat penampungan sampah fashion negara lain juga keliru dan sangat dangkal. Faktanya semua pakaian bekas impor yang masuk ke Indonesia adalah pakaian layak pakai dan masih dengan kualitas bagus. Karna itu kemudian, anak muda belakangan sangat menggemari thrifting atau mengejar pakaian bekas impor. 

Indonesia juga bukan satu-satunya negara yang menerima pakaian bekas dari negara lain. Banyak negara yang ternyata melegalkan bisnis ini dan kemudian menjadi eksportir juga importir pakaian bekas dari dan ke negara-negara lain.

Negara tetangga seperti Malaysia misalnya. Salah satu importir sekaligus eksportir mengaku memasukkan barang dari Korea Selatan dan Jepang ke negara Malaysia untuk kemudian di impor lagi ke berbagai negara di Asia Tenggara seperti ke Thailand, Vietnam dan lainnya.

USA mengekspor pakaian bekas ke Eropa, Afrika, Haiti dan Caribbean (sumber: http://www.aeclothing.net/). Seterusnya, negara-negara eropa juga banyak yang mengekspor pakaian bekas ke Pakistan dan India (sumber:http://www.mobacotext.com/). Salah satu perusahaan di Dubai dengan Nama Second Hand & New Clothing Experts juga mengekspor pakaian bekas ke banyak negara di Dunia.

Pakaian bekas bukan hanya sampah negara maju atau sejenisnya, tetapi merupakan sebuah komoditi global yang sudah di perjual-belikan di hampir seluruh negara yang ada di dunia. Bahkan banyak negara-negara maju yang kemudian juga mengimpor pakaian bekas dari negara lain. Indonesia bukan satu-satunya negara yang menerima pakaian bekas dari luar.


Pernyataan Akhir

Penjelasan poin-poin dan argumentasi di atas seharusnya bisa mengugurkan tuduhan pemerintah serta menjadi argumentasi penyeimbang terhadap pakaian bekas impor yang masuk ke Indonesia. Fakta-fakta tersebut mematahkan semua dugaan dan pandangan pemerintah terhadap pakaian bekas impor yang masuk ke Indonesia. 

Masyarakat sadar bahwa kebijakan itu berdasarkan Peraturan Menteri yang sah dan mengikat. Memang seharusnya seperti itu pemerintah bekerja. Tetapi melindungi 7,6 juta masyarakat Indonesia yang bekerja dan terlibat dalam industry tekstil nasional juga tidak kalah pentingnya untuk melindungi lebih kurang 5 juta masyarakat Indonesia yang juga terhubung dan terlibat dalam bisnis dan penjualan pakaian impor bekas atau thrifting di Indonesia. Pemerintah punya kewajiban yang sama untuk melindungi semua rakyatnya dan bertanggungjawab penuh untuk kenyamanan dan kelangsungan hidup rakyatnya. Tetapi, pelarangan tiba-tiba, pemusnahan serta pemberhentian paksa bisnis thrifting jelas bukan solusi utama yang tepat dan bijak.

Bisnis thrifting harusnya bisa menjadi bagian umkm seperti yang lainnya dan juga mendapat kesempatan dan perhatian yang sama dari pemerintah. Pasca merosotnya ekonomi kita karna pandemi Covid-19, thrifting mungkin menjadi salah satu pilihan alternatif bagi banyak warga negara untuk tetap bisa bekerja, punya usaha dan menghasilkan uang dari bisnis tersebut. 

Perkembangan teknologi dan internet terutama pada bagian marketplace dan media sosial, membuat masyarakat mempunyai pilihan baru untuk berwirausaha. Thrifting salah satunya sudah menjadi alternatif bagi lebih kurang 5 juta masyarakat Indonesia untuk tetap bertahan ditengah masa transisi dan pemulihan ekonomi pasca pandemic covid-19.

Pemerintah harus bijak melihat fenomena ini dan tentunya membuatkan solusi alternatif untuk masyarakat yang terlibat dalam usaha thrifting. Menghentikan paksa seperti yang dilakukan hari ini, hanya akan menambah masalah ekonomi masyarakat yang terlibat dan meningkatkan Kembali angka-angka masyarakat yang tidak bekerja.

Melegalkan masuknya pakaian bekas impor dari negara lain juga merupakan pilihan yang mungkin untuk di ambil oleh pemerintah. Mengingat juga banyak negara-negara lain bahkan negara-negara maju yang sudah melakukannya. Melegalkan pakaian bekas impor untuk masuk ke Indonesia juga akan menguntungkan negara dengan pendapatan pajak dan lainnya.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perdagangan, harus mencarikan solusi terbaik untuk semua pihak agar tidak ada yang dirugikan. Apalagi harus kehilangan pendapatan dan mata pencaharian. Pemerintah juga harus mau membuka komunikasi dengan semua pihak terutama yang terdampak dari kebijakan pemerintah tersebut.


Thrifting Melawan:

Posma Pangaribuan (0812 1005 7777)

Rifai Silalahi (0852 2162 0098)

Dori Asra Wijaya (0822 6892 3191)