![]() |
Prof. Iskandar Nazari., S.Ag., M. Pd, M. Si., M. H., Ph.D (Pencetus Ruhiologi) |
Kerisjambi.id-1 Agustus 2025. Bulan kemerdekaan menjadi momentum reflektif bagi bangsa Indonesia. Di tengah sorotan pembangunan fisik dan ekonomi, sejumlah tokoh pendidikan nasional justru mengangkat urgensi restorasi pendidikan sebagai langkah strategis membangun karakter dan ruhani generasi bangsa.
Salah satu gagasan yang mengemuka adalah Ruhiologi, paradigma baru pendidikan holistik yang dipandang mampu menjawab krisis nilai dan ledakan teknologi yang kian tak terkendali.
Gagasan ini pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Iskandar, S.Ag., M.Pd., M.S.I., M.H., Ph.D. dalam pengukuhan Guru Besarnya di UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, dan telah dituangkan dalam berbagai jurnal ilmiah dan buku. Ruhiologi disebut-sebut sebagai “kitab ruhani pendidikan” yang diprediksi akan menjadi tonggak penting dalam restorasi pendidikan nasional dalam 10 hingga 20 tahun ke depan.
Pendidikan Merdeka yang Menyentuh Ruh
Sejumlah tokoh pendidikan memberikan apresiasi terhadap gagasan ini. Prof. Dr. H. M. Amin Abdullah menyebut Ruhiologi sebagai jawaban atas krisis epistemologis dalam pendidikan yang tercerabut dari spiritualitas.
Sementara Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, mantan Rektor UIN Malang, menegaskan bahwa pendidikan tidak cukup hanya berdasarkan neurologi. Ia menyerukan pergeseran paradigma ke Ruhiologi agar peserta didik tercerahkan secara ruhani.
“Pendidikan yang kehilangan ruh hanya akan melahirkan jasad tanpa jiwa dan alat yang tak bernyawa,” ujar Prof. H. Hery Nor Aly, Guru Besar UIN Bengkulu, dengan metafora yang menggugah.
Senada, Prof. Dr. derSoz. H. Gumilar Rusliwa Somantri, mantan Rektor UI, menilai Ruhiologi sebagai konsep yang mendasar dan menyentuh intisari pendidikan yang selama ini luput dari perhatian. Ia menilai pendidikan konvensional cenderung mandul dalam membentuk karakter luhur dan kesadaran diri yang paripurna.
Perspektif Sains: Ruhiologi Menyatukan Akal dan Ruh
Dukungan terhadap Ruhiologi juga datang dari kalangan sains dan teknologi. Prof. Dr. Hj. Sri Harini, M.Si., Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Malang, menyebut Ruhiologi sebagai “revolusi batin” yang menyatukan sains dan spiritualitas.
“Ia bukan sekadar pencerahan akal, tetapi mercusuar nilai dalam inovasi yang beretika dan bermakna,” ujarnya.
Prof. Dr. Erwin, M.Sc., Guru Besar Fisika Universitas Riau, memandang Ruhiologi sebagai “terobosan vital” yang menyatukan esensi ruhani dengan realitas ilmiah. Ia menilai, Ruhiologi membawa nilai-nilai Ilahiyah kembali menjadi fondasi utama dalam eksplorasi ilmu pengetahuan.
Kecemasan terhadap perkembangan kecerdasan buatan (AI) juga disorot. Prof. Dr. Husni Teja, Dekan FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, menekankan pentingnya nilai ketauhidan dalam penggunaan teknologi modern, agar AI tak menjadi instrumen tanpa ruh.
Ruhiology Quotient (RQ): Paradigma Baru Pendidikan Nasional
Prof. Dr. H. Kasful Anwar, M.Pd., Rektor UIN STS Jambi, menjelaskan bahwa Ruhiology Quotient (RQ) merupakan integrasi dari berbagai kecerdasan—IQ, EQ, SQ, hingga AI—dalam kesadaran ketuhanan yang holistik. Hal ini menjadikan Ruhiologi sebagai metodologi pendidikan ilmiah dan aplikatif, sekaligus selaras dengan semangat kemerdekaan: membebaskan manusia secara lahir dan batin.
Dukungan lainnya datang dari Prof. Dr. H. Azhar Arsyad, mantan Rektor UIN Alauddin Makassar, yang menyebut Ruhiologi sebagai “oase yang mencerahkan” di tengah kekeringan nilai spiritual dalam pendidikan modern.
Menurutnya, meski konsep ini sempat disentuh oleh para cendekiawan klasik seperti Ikhwanushafa pada abad ke-9 dan 10 M, namun sangat jarang dikaji secara serius dalam sistem pendidikan kontemporer.
Ketua ICMI Provinsi Jambi, Prof. Dr. H. Mukhtar, M.Pd., menyebut Ruhiologi sebagai “pemersatu dan penyeimbang berbagai kecerdasan”, sekaligus menjadi landasan kuat dalam membentuk karakter yang tunduk dan taat kepada Sang Pencipta.
Mengisi Kemerdekaan dengan Pendidikan Ruhani
Di tengah euforia pembangunan fisik dan ekonomi, para tokoh ini menyerukan agar bangsa Indonesia tak melupakan pembangunan ruhani. Mereka mengingatkan, pendidikan yang benar-benar merdeka bukan hanya mencetak generasi pintar, tapi juga berjiwa, berkarakter, dan bertauhid.
Di bulan kemerdekaan ini, Ruhiologi menjadi panggilan yang tak bisa diabaikan—bahwa sejatinya, kemerdekaan dimulai dari kemerdekaan jiwa.