Kerisjambi.id - Masyarakat Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci, Jambi, kini tengah menghadapi krisis akses terhadap Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Krisis ini bukan disebabkan oleh kelangkaan stok, melainkan diduga kuat akibat maraknya praktik penyelewengan oleh para pelangsir yang menguasai hampir seluruh SPBU di wilayah tersebut. Ironisnya, pemerintah daerah dan aparat penegak hukum (APH) justru dinilai abai, bahkan terkesan membiarkan praktik ilegal ini berlangsung tanpa tindakan tegas.
Dugaan keterlibatan SPBU dalam praktik pelangsingan BBM diungkap langsung oleh Gufron, salah satu pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Bidang Partisipasi Pembangunan Daerah. Dalam pernyataan kritisnya pada Jumat (11/7/2025), Gufron menuding sejumlah SPBU di Sungai Penuh dan Kerinci sengaja memprioritaskan pelangsir ketimbang masyarakat umum dan sopir angkutan.
Dan mirisnya di sepanjang jalan SPBU Pelayang Raya dan SPBU Kumun Debai selalu kita melihat Truck-Truck Ber antrian berhari-hari hanya untuk mendapatkan BBM jenis Bio Solar, kalau ini terus di biarkan imbasnya ke supir-supir karena menunggu antrean sampai berhari-hari.
"Padahal masyarakat sudah antre sejak subuh, tapi ketika giliran, BBM sudah habis. Anehnya, pelangsir selalu dilayani lebih dulu, bahkan bisa bolak-balik mengisi," kata Gufron geram.
Menurutnya, para pelangsir telah beroperasi lama dengan berbagai modus: menggunakan mobil pribadi, sepeda motor modifikasi, bahkan jerigen yang dibawa terang-terangan.
Informasi yang dihimpun dari berbagai narasumber menyebutkan bahwa sejumlah SPBU seperti SPBU Sungai Liuk, Kumun, Pelayang Raya, dan Siulak terindikasi kuat berperan dalam praktik ini. Aktivitas mencurigakan bahkan kerap terjadi di malam hari, ketika pengisian BBM menggunakan jerigen dilakukan diam-diam, memanfaatkan lemahnya pengawasan.
"Kalau mau tangkap pelangsir, sangat mudah. Ciri-cirinya jelas: datang setiap hari, bawa jerigen, dan mobilnya itu-itu saja. Tapi anehnya, tidak pernah tersentuh hukum," tegas Gufron.
Tak hanya menyebabkan antrean panjang dan kemacetan parah di sekitar SPBU, aktivitas pelangsir juga berdampak langsung terhadap masyarakat sekitar. Banyak warga yang harus menunda aktivitas usaha atau bahkan tidak bisa bekerja karena sulit mendapatkan BBM bersubsidi.
"Kami tidak menolak subsidi, tapi ini bukan subsidi untuk rakyat, melainkan untuk pelangsir. Pemerintah dan aparat harus turun tangan sebelum masyarakat kehilangan kepercayaan," ujar Gufron.
HMI Kerinci-Sungai Penuh mendesak agar pemerintah daerah dan aparat penegak hukum segera melakukan investigasi menyeluruh terhadap seluruh SPBU yang terindikasi menyelewengkan BBM subsidi. Mereka juga menuntut keterlibatan Pertamina dalam mengawasi distribusi di lapangan.
"Selama ini pelangsir seperti dilindungi. Tidak ada penertiban, tidak ada tindakan. Apakah pemerintah daerah dan aparat hukum sengaja menutup mata?"sindir Gufron.
Masalah pelangsir BBM subsidi bukan hal baru di Kerinci-Sungai Penuh, namun jika terus dibiarkan, ini bukan sekadar pelanggaran administratif melainkan skandal yang mengakar dan merugikan negara serta rakyat.
HMI menyatakan akan terus memantau dan memantau pemerintah serta APH agar bertindak membela hak Masyarakat yang di rampas atas BBM Subsidi. (glg)