Sikap Bijaksana Gandhi Wira Azani: Permintaan Maaf Dihargai, Hukum dan Keadilan Tetap Ditegakkan !

Kerisjambi.id | Sungai Penuh — Gandhi Wira Azani akhirnya memberikan pernyataan resmi setelah dirinya difitnah melalui konten media sosial yang memuat manipulasi informasi serta tuduhan tidak berdasar, termasuk klaim bahwa ia telah menghina Wali Kota Sungai Penuh. Selama beberapa waktu, Gandhi harus menanggung tekanan sosial dan beban psikologis yang dialaminya tidak ringan. Nama baiknya tercemar, ruang sosialnya terguncang, dan aktivitas sehari-harinya penuh tekanan. Gandhi memilih merespons situasi ini secara dewasa, proporsional, dan tetap menjunjung nilai-nilai etika.


“Bagi seorang Gandhi yang sedang dihujani tuduhan yang tak pernah ia lakukan. Permintaan maaf yang disampaikan oleh orang tua pihak yang diduga pelaku saya terima dengan penuh penghargaan. Namun penerimaan secara pribadi tidak serta-merta meniadakan proses hukum. Dalam konteks ruang publik dan masyarakat digital, akuntabilitas dan keadilan adalah prinsip yang tidak dapat dinegosiasikan,” ujar Gandhi.


Ia mengungkapkan bahwa penyebaran informasi bohong tersebut tidak hanya menyerang reputasinya, tetapi juga berdampak signifikan terhadap kondisi psikologis dan aktivitas akademiknya. 


“Ketika seseorang dituduh tanpa dasar, terlebih dikonstruksi sebagai pelaku kejahatan, ada rasa kehilangan identitas dan ketidakpastian yang sangat mengganggu. Dampaknya tidak hanya bersifat personal, tetapi turut menyeret nama Wali Kota Sungai Penuh serta sejumlah pejabat daerah dalam narasi yang sama sekali tidak pernah saya buat,” jelasnya.


Gandhi menilai bahwa proses hukum bukanlah upaya balas dendam, melainkan mekanisme korektif untuk memastikan bahwa penyebaran fitnah tidak menjadi praktik yang dianggap lumrah di era digital. Baginya, langkah hukum adalah bentuk tanggung jawab moral dan warga negara terhadap tertib sosial serta keadaban publik.


Yang membuatnya semakin terpukul, hingga saat ini pihak yang diduga pelaku tidak pernah mengucapkan dan meminta maaf secara langsung kepadanya. Permintaan maaf hanya datang melalui orang tua diduga pelaku, ini menjadi kesan bahwa diduga pelaku tidak menyadari besarnya kerusakan yang telah terjadi. 


“Maaf adalah ranah moral dan personal, sementara hukum beroperasi dalam dimensi struktural dan publik. Jika penyebaran fitnah dapat diselesaikan hanya dengan permintaan maaf tanpa konsekuensi, maka sistem keadilan akan kehilangan maknanya dan korban akan kembali tidak terlindungi,” tambahnya.


Pengacara serta Tim Advokasi Juara yang mendampingi Gandhi turut menegaskan bahwa penegakan hukum diperlukan untuk memberikan efek jera serta memastikan bahwa tindakan serupa tidak terulang, mengingat kerugian yang ditimbulkan bersifat materiil dan moril.


Di akhir pernyataannya, Gandhi berharap kasus ini dapat menjadi refleksi kolektif bagi masyarakat, terutama generasi muda, mengenai pentingnya literasi digital dan tanggung jawab dalam bermedia sosial.


“Saya tidak menginginkan pengalaman ini dialami oleh orang lain. Semoga kasus ini menjadi pengingat bahwa setiap kata, komentar, dan unggahan memiliki konsekuensi hukum dan etis. Kearifan digital bukan hanya tentang kecakapan menggunakan teknologi, tetapi juga tentang kesadaran bahwa jari dan lisan kita dapat memengaruhi martabat orang lain,” tutupnya.