Harmonisasi Ke-Islaman dan Ke-Indonesiaan Dalam Modernisasi Gerak Juang Adaptif di Era Society 5.0

 

Oleh: Viedro Bernanda Fitraski

Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Padang

Perjuangan pergerakan mahasiswa hari ini tentunya tidak terlepas akan kondisi yang terus menuntut untuk adaptif pada perkembangan peradaban. Kerangka konseptual dan teoritis yang terbangun hari ini sangat mempengaruhi pola habitasi kehidupan terutama mahasiswa. Mahasiswa yang menjadi Harapan Masyarakat Indonesia dihadapkan oleh tantangan-tantangan besar, terutama sebagai mitra kritis yang mengawal kebijakan pemerintah. Karena harus diakui bahwa iklim penguasa saat ini sangatlah berbeda dengan apa yang diceritakan oleh goresan tinta romantisme buku sejarah.

Meyakini bahwa semangat yang diwariskan oleh spirit perjuangan reformasi masih hidup dalam idealisme mahasiswa yang menentang penindasan, hendaknya dapat merajut persatuan untuk Indonesia berdaulat dan berkeadilan. Sebagai suatu lokomotif berbasis gerakan dan gagasan intelektual, organisasi kemahasiswaan memiliki andil penting dalam menjaga spirit perjuangan reformasi. Dalam memainkan peran dan fungsi mahasiswa yang mengakomodir kepentingan masyarakat, mahasiswa dituntut untuk paham akan status quo realitas kehidupan sosial agar metode yang dipakai dalam menjalankan peran dan fungsi tersebut selaras dengan perkembangan zaman. 

Salah satunya ialah Himpunan Mahasiswa Islam dan/atau biasa dikenal dengan singkatan HMI. Menjadi organisasi yang lahir, tumbuh, dan berkembang di Indonesia sejak tahun 1947, HMI hadir dengan komitmen asasi Keumatan dan Kebangsaan yang sangat prinsipal. Komitmen inilah yang senantiasa selalu diwariskan dari generasi ke generasi. Warisan ini merupakan warisan nilai-nilai yang memiliki penekanan dan kontekstualisasi yang berbeda-beda, sesuai dengan tantangan zaman dan generasi yang mengalaminya. Dalam kata lain, komitmen ini merupakan suatu nilai substansial yang memiliki pengandaian utopis serta dinamis sesuai dengan tantangan zaman. HMI sudah berdiri ¾ abad lamanya.

Tetapi jika direfleksikan terhadap gerak juang mahasiswa saat ini, maka banyak Gerakan mahasiswa yang stagnan disebabkan kurang adaptif dalam menghadapi dinamika zaman yang ada, tak terkecuali gerak juang HMI itu sendiri. Memahami era society 5.0 sebagai realitas ruang dan waktu saat ini, sekaligus sebagai tantangan zaman yang harus dihadapi. Seperti kata Ulrich Beck yang mengidentifikasi masyarakat saat ini sebagai realitas sosial yang semakin padat dengan risiko yang serba tidak pasti atau tidak dapat diantisipasi. Secara sederhana era society 5.0 adalah masyarakat yang dapat memanfaatkan inovasi era revolusi industri 4.0 untuk menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial. Menurut Anthony Giddens di abad informasi ini kita dapat melakukan lebih banyak pilihan karena adanya berbagai teknologi yang memungkinkan untuk menentukan kematian. Bahkan menurutnya untuk menentukan kematian sekalipun manusia saat ini dapat memilih berbagai kemungkinan. 

Menghadapi tantangan dinamisnya perkembangan masyarakat, maka perlu lebih dahulu menjawab aspek manusia sebagai individu dan individu sebagai bagian kolektif dari masyarakat. Pada hakikatnya manusia sebagai individu merahimkan fitrah majbulah, yaitu bahwa manusia memiliki kecenderungan alamiah mencari kebaikan dan kebenaran. Tidak terlepas daripada itu manusia adalah makhluk yang lemah dan cenderung bersandar kepada yang lebih kuat. Di tengah-tengah ketidakpastian zaman inilah, manusia secara otomatis mencari jawaban atas kesulitan, hambatan dan keraguraguannya: kepastian yang hanif. 

Maka agama kemanusiaan dihadirkan oleh sang maha perkasa dengan merahimkan fitrah munazzalah (fitrah yang diwahyukan) yang selaras dengan nilai-nilai fitrah kemanusiaan dan tanpa menafikan nilai-nilai tertinggi yang merambas dan menembus langit-langit (ecclesiastical) atau yang kita sebut juga dengan nilai ketuhanan. Karena kemanusiaan dengan segala kekurangan, hambatan dan kelemahannya tanpa ketuhanan bak fatamorgana (QS. 24:39). Berangkat dari itulah agama selalu dapat menjawab tantangan peradaban.

Mengerucutkan latar pada sekop kebangsaan, individu haruslah memiliki kesadaran sebagai bagian dari masyarakat. Maka benar apa yang dikatakan Maslow: “Seseorang yang ber kesadaran sosial bisa keluar dari kediriannya, tenggelam dalam komunitasnya, mampu terlibat dengan yang lain”. Barulah individu terkolektif dapat menjadi mitra strategis dan mitra kritis yang secara ideal dapat mengawal kebijakan pemerintah. 

Membangun Iklim Ke-Islaman dan Ke-Indonesiaan Setelah menelaah dan menjawab persoalan individu dan kolektif sebagai bagian kehidupannya. Pada tahan ini tidak lagi memetakan peradaban tetapi sudah memasuki proses membentuk konsep peradaban. Nurcholis Majid memberikan rangkuman jawaban atas problematika masyarakat dan dasar perjuangan pergerakan masyarakat sebagai middle position di antara pemerintah sebagai posisi tertinggi (penguasa) dan masyarakatnya.

Konsep ke-islaman ala Nurcholis Majid merelevansikan agama kemanusiaan pada kemodernan. Ia menentang bahwa medernisasi adalah westernisasi, baginya modernisasi ialah rasionalisasi. Islam tidak hanya kompatibel dengan semangat modernitas, tapi juga mendukung, dan bahkan kemodernan itu bisa dikatakan inheren dalam islam.