Jurnalis dipukul karena benar

Belum hilang dalam ingatan, kasus pembunuhan B.J yang menggegerkan seantero Indonesia, pasalnya pembunuhan ini didalangi oleh oknum berwatak preman yang memiliki kekuasaan dalam melakukan cara memuluskan kepentingan individu. 

Kejadian serupa juga dialami oleh seorang jurnalis cermat dari Maluku Utara tapi kejadian ini tidak se fatal seperti kasus yang ramai diperbincangkan saat ini, berawal dari kritik terhadap statement yang dikeluarkan oleh salah satu pejabat daerah Kota Tidore saat membuka acara lomba domino, dalam pembukaan acara pejabat daerah ini yang menyatakan "Hirup debu batu bara dapat pahala" pernyataan yang tidak sepatutnya dikeluarkan oleh pejabat publik sebab bertolak belakang dengan dampak yang dialami warga yang berada di sekitar PLTU.

Naas setelah rilisan berita, jurnalis tersebut kemudian mengalami intimidasi hingga berujung pada penghapusan berita serta kekerasan fisik. 

Kejadian ini tentunya menjadi evaluasi bagi masyarakat bahwa negara yang menjamin kebebasan berpendapat hanyalah formalitas belaka, hal ini patut menjadi perhatian sebab menyampaikan pendapat merupakan hak setiap warga negara apalagi menyampaikan "kebenaran".

"Bersama Nurkholis dapat pahala"

Masih tentang Nurkholis Lamaau. ternyata tidak berhenti sampai pada pemukulan dan penghapusan artikel "HIRUP BATU BARA DAPAT PAHALA" intimidasi terhadap jurnalis cermat ini sampai di kantor polisi, saat korban melayangkan laporan atas kekerasan yang dialami, pejabat dan pelaku (kerabat dekat) masih bisa melakukan intimidasi terhadap korban Nurkholis.

Intimidasi hingga pengancaman dikeluarkan oleh pejabat daerah Pemkot Tidore "oh ngna e, ngana tunggu ngana" (oh kamu ya, tunggu/awas kamu ya) kalimat mengandung Ancaman ini dengan mudah dikeluarkan oleh pejabat daerah Pemkot Tidore bahkan dilingkungan keamanan. 

Jika aksi premanisme ini bisa mudah dilakukan dalam lingkungan keamanan, lantas kemana kebenaran dan keadilan ini disuarakan???