Rentetan Bencana Alam di Sumatera: Antara Faktor Alam dan Ulah Manusia

Oleh: Yosse Amanda Pratama, S.Pd. Mahasiswa Pascasarjana S2 Pai Universitas Islam 45 Bekasi

Kerisjambi.id-JAKARTA-Pulau Sumatera kembali dilanda rentetan bencana alam dalam beberapa waktu terakhir, mulai dari banjir, banjir bandang, tanah longsor, hingga kebakaran hutan dan lahan. Sejumlah wilayah seperti Sumatera Barat, Sumatera Utara, Aceh, dan Sumatera Selatan menjadi daerah yang terdampak paling serius.

Secara alamiah, bencana ini dipicu oleh curah hujan tinggi, kondisi geografis pegunungan Bukit Barisan, serta aliran sungai besar yang melintasi permukiman. Namun, para ahli menilai bahwa ulah manusia turut memperparah dampaknya. Alih fungsi hutan, pembukaan lahan tanpa kendali, penambangan ilegal, serta buruknya tata kelola daerah aliran sungai menyebabkan daya dukung lingkungan menurun drastis.

Akibatnya, air hujan tidak lagi terserap optimal oleh tanah, sehingga memicu banjir dan longsor yang merusak rumah warga, infrastruktur, lahan pertanian, serta menelan korban jiwa. Ribuan warga terpaksa mengungsi dan aktivitas ekonomi masyarakat terganggu.

1.Data Korban & Kerusakan

Korban jiwa yang meninggal per tanggal (17/12/2025) berjumlah 1.059 orang meninggal dan 192 orang hilang di tiga provinsi (masih terus diperbarui oleh BNPB). Luka-luka: lebih dari 5.000 orang terluka. Jumlah penduduk terdampak: lebih dari 3,2 juta orang. Rumah rusak: sekitar ≥105.000 unit rumah terdampak. Fasilitas publik rusak: lebih dari 1.300 fasilitas umum, termasuk fasilitas kesehatan, pendidikan, tempat ibadah, kantor, dan ratusan jembatan. Biaya kerusakan: diperkirakan mencapai Rp51,82 triliun (±$3,11 miliar USD).

2.Faktor Penyebab

1.Faktor Alam
a. Curah hujan ekstrem akibat Tropical Cyclone Senyar yang melintas di Selat Malaka memicu banjir besar dan longsor. 

b.Siklon tropis dan intensitas hujan yang meningkat kini dikaitkan para ahli dengan perubahan iklim global yang memperkuat sistem badai dan curah hujan ekstrem.

2.Faktor Ulah Manusia

a.Ahli teknik dan lingkungan menyatakan kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS), tata ruang yang tidak memadai, dan degradasi hutan di wilayah perbukitan memperparah dampak banjir karena air tidak terserap alami oleh tanah. 

b.Deforestasi untuk perkebunan, pertambangan, dan infrastruktur mengurangi fungsi ekologis kawasan penyangga sehingga mempercepat aliran permukaan dan memperbesar bahaya longsor.

Kerusakan alam tak hanya berdampak pada manusia; ekosistem hutan kritis seperti Batang Toru mengalami kerusakan hebat. Habitat satwa langka seperti orangutan Tapanuli yang populasinya sudah sangat kecil terancam lebih parah, dengan puluhan individu diperkirakan hilang atau tewas akibat bencana.

Kita tidak bisa menyalahkan hujan yang sebegitu lama bahkan hujan yang terus turun. Hujan akan senantiasa turun apabila hujan yang ditugaskan untuk turun, tapi ini bukanlah perihal hujan yang ekstrem, melainkan adalah hutan-hutan yang sudah dibabat habis sehingga menjadi gundul lah tidak dapat menyerap air dengan sempurna, sehingga air yang turun dari curah hujan sudah tidak teserap oleh hutan lagi oleh hutan yang sudah gundul.

Ditinjau dalam perspektif Al-Qur’an, umat manusia diingatkan tentang hubungan kaffi (saling menjaga) antara manusia dan alam. Allah SWT berfirman bahwa bumi ini diciptakan sebagai tempat tinggal dan amanah yang harus dipelihara:
“Dia (Allah) menciptakan langit dan bumi dengan kebenaran. Agar Dia memberi balasan kepada setiap jiwa terhadap apa yang telah dikerjakannya…” (QS. al-Zumar: 5)
Pemicu bencana yang diperparah oleh perusakan lingkungan menggambarkan konsekuensi dari kelalaian kita menjaga ciptaan Allah, sehingga mengundang musibah yang melanda dan menimpa banyak jiwa.

Sebagai mahasiswa S2 Pendidikan Agama Islam (PAI) Universitas Islam 45 Bekasi, kita dituntut untuk membaca fenomena ini dari dua sudut pandang yang berbeda, tetapi kita sudah melihat situasi dan kondisi yang sudah terjadi di tanah Sumatera, dengan hal tersebut kita harus menyadari siapa dalan dibalik itu semua.

Pemerintah dan berbagai pihak terus melakukan upaya penanganan darurat, namun para pakar lingkungan menegaskan bahwa solusi jangka panjang hanya dapat dicapai melalui pemulihan ekosistem, penegakan hukum lingkungan, dan peningkatan kesadaran masyarakat. Rentetan bencana ini menjadi peringatan bahwa keseimbangan alam harus dijaga agar tragedi serupa tidak terus berulang.

Sekilas Solusi untuk Jangka Panjang Penanggulangan Bencana di Sumatera secara ringkas setidaknya inilah yang penting di evaluasi di Negara kita ini.

1. Pemulihan dan Perlindungan Ekosistem Alam
*Rehabilitasi hutan dan DAS melalui reboisasi berbasis vegetasi lokal.
*Moratorium pembukaan hutan di kawasan rawan bencana.

2.Penegakan Hukum dan Tata Kelola Lingkungan

*Penindakan tegas terhadap illegal logging, pertambangan ilegal, dan alih fungsi lahan liar.
*Transparansi perizinan dan partisipasi publik dalam pengawasan lingkungan.
Integrasi Nilai Qur’ani dan Etika Lingkungan

*Menanamkan kesadaran bahwa manusia adalah khalifah fil ardh (penjaga bumi).
*Menguatkan nilai taubat ekologis: memperbaiki hubungan manusia dengan alam.

Rentetan bencana di Sumatera bukan sekadar fenomena alam semata. Faktor perubahan iklim global serta pemulihan manusia terhadap lingkungan, terutama melalui kerusakan hutan, tata ruang yang rapuh, dan kurangnya mitigasi ekologis, memperburuk dampak dari hujan ekstrem yang terjadi. Data korban dan kerusakan yang terus bertambah menjadi pengingat pentingnya sinergi antara kebijakan lingkungan, mitigasi risiko bencana, dan nilai-nilai spiritual sebagai pedoman bertindak.

Redaksi