Opini: Elas Annra Dermawan (Advokat)
Kerisjambi.id-Jambi- Kritik akademisi Dr. Noviardi Ferzi terhadap tiga program unggulan “Kota Jambi Bahagia” dinilai terlalu teoritis dan tidak berpijak pada kenyataan hukum, sosial, dan administratif yang sedang dibangun oleh Pemerintah Kota Jambi di bawah kepemimpinan Dr. dr. Maulana, MKM.Kamis, 30 Oktober 2025
Kritik adalah bagian dari demokrasi, tetapi tidak semua kritik mencerminkan pemahaman atas realitas yang dikritik.
Pernyataan Dr. Noviardi Ferzi yang menyebut tiga program unggulan “Kota Jambi Bahagia”—yakni Bahagia Berbudaya, Apel Kota, dan BALAP (Bahagia Berintegritas Layanan Anti Pungli)—sebagai program tanpa substansi, menurut saya adalah bentuk kritik akademik yang kehilangan konteks lapangan.
Sebagai praktisi hukum dan pengamat politik daerah, saya melihat tiga program itu justru memiliki dasar hukum yang kuat, arah kebijakan yang jelas, dan niat moral yang konkret. Pemerintahan tidak berjalan dengan teori, tetapi dengan keberanian bertindak, dan di titik itulah Wali Kota Maulana sedang bekerja.
Bahagia Berbudaya: Bukan Jargon, Tapi Kewajiban Konstitusional
Program Bahagia Berbudaya tidak bisa dipandang sebagai “jargon kosong”, sebagaimana dinilai Noviardi.
Program ini lahir dari semangat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, yang mewajibkan pemerintah daerah melestarikan dan memajukan budaya lokal sebagai bagian dari pembangunan nasional.
Pemerintah Kota Jambi telah melibatkan komunitas adat, tokoh budaya, dan pelaku seni Melayu Jambi dalam program ini - baik melalui forum musyawarah budaya, revitalisasi aset budaya, hingga pengembangan ekonomi kreatif berbasis warisan lokal.
Inilah bentuk nyata kolaborasi antara kebijakan dan kearifan lokal.
“Mengangkat budaya bukanlah kosmetik politik, tetapi kewajiban hukum pemerintah daerah. Menganggapnya sebagai jargon adalah bentuk ketidakadilan terhadap upaya pelestarian identitas Jambi,” tegas Elas Anra Dermawan.
Apel Kota: Reformasi Birokrasi Dimulai dari Disiplin Aparatur
Program Apel Kota yang dikritik sebagai simbolik justru merupakan bagian dari implementasi Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional (Perpres No. 81 Tahun 2010) dan UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Fokus utamanya bukan sekadar apel seremonial, tetapi pembentukan mentalitas aparatur yang melayani, kompeten, dan berintegritas.
Apel Kota adalah sarana kontrol langsung, pembinaan kedisiplinan, dan wadah evaluasi moral ASN agar kembali memahami fungsi pelayanannya terhadap masyarakat.
Tanpa perubahan perilaku dari dalam, reformasi birokrasi tidak akan pernah lahir dari teori manapun.
“Perubahan birokrasi dimulai dari perilaku, bukan pidato. Dan Wali Kota Jambi sedang memulainya dari hal paling mendasar: kedisiplinan aparatur,” ujar Elas Anra.
BALAP: Komitmen Nyata Melawan Pungli
Kritik terhadap BALAP sebagai program tanpa mekanisme hukum jelas adalah keliru.
Program ini justru selaras dengan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Saber Pungli, serta diperkuat dengan Perda Kota Jambi Nomor 4 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
BALAP mengintegrasikan sistem pengaduan publik berbasis digital melalui SP4N-LAPOR, kolaborasi Inspektorat dengan Kejaksaan dan Polresta Jambi, serta mendorong whistleblower system untuk perlindungan pelapor.
“Menuduh tanpa memahami dasar hukumnya adalah kelalaian intelektual. BALAP justru menjadi langkah progresif memberantas pungli dari birokrasi akar rumput,” ungkap Elas Anra.
Kritik Boleh, Tapi Jangan Lepas dari Realitas
Kritik akademik tentu diperlukan, tetapi dalam praktik pemerintahan, idealitas teori harus berdamai dengan keterbatasan birokrasi dan dinamika hukum.
Pemerintah daerah tidak bisa membangun kebijakan di ruang seminar; mereka bekerja di lapangan, di tengah tekanan fiskal, regulasi, dan kebutuhan rakyat.
“Kritik yang konstruktif membantu pemerintah. Tapi kritik yang abai pada konteks, hanya akan melemahkan kepercayaan publik dan menciptakan kebingungan sosial,” ucap Elas Anra.
Pemerintahan Maulana: Kepemimpinan yang Bertindak, Bukan Berteori
Wali Kota Dr. dr. Maulana, MKM sedang mengusung paradigma kepemimpinan berbasis integritas, budaya, dan pelayanan publik yang bersih.
Tiga program unggulan “Kota Jambi Bahagia” bukan sekadar simbol politik, melainkan kerangka kerja pembangunan manusia dan pemerintahan berkarakter.
Daripada menuding, para akademisi seharusnya ikut mengawal dan memberi solusi.
Karena pemerintahan daerah tidak membutuhkan kritik yang menjatuhkan, tetapi pikiran yang membangun.
Penutup
Kritik adalah vitamin bagi demokrasi, namun vitamin yang berlebihan tanpa diagnosis justru bisa menjadi racun.
Pemerintah Kota Jambi hari ini sedang bekerja untuk rakyatnya — bukan dengan retorika, tetapi dengan aksi nyata.
Dan mungkin sudah saatnya, para pengamat turun dari menara gading, dan melihat langsung apa yang sedang dikerjakan di lapangan.
pini hukum-politik oleh Elas Anra Dermawan, S.H. menanggapi kritik Dr. Noviardi Ferzi terhadap tiga program unggulan “Kota Jambi Bahagia”. Menurutnya, kritik tersebut terlalu akademis dan tidak memahami konteks hukum serta implementasi nyata pemerintahan Kota Jambi di bawah Wali Kota Maulana.
NB: Opini tidak mewakili redaksi, murni dari penulis
