Kajian Strategis LEMI PB HMI : KEBIJAKAN MYPERTAMINA GAGAL SECARA PROSEDUR DAN MENYULITKAN RAKYAT KELAS EKONOMI KEBAWAH.



Pada tanggal 30 juni 2022 berdasarkan kebijakan beli pertalite menggunakan mypertamina yang menurut Direktur pemasaran regional PT. Pertamina Patra niaga mars ega lagowo putra bahwa itu bukan untuk membatasi pembelian namun kebijakan diambil agar konsumen pengguna BBM bersubsidi terdaftar dalam data base sesuai rilis tempo. co dianggap keliru oleh Direktur kajian strategis LEMI PB HMI Ibrahim yakub.



Hemat kami bahwa alasan yang di katakan oleh mars itu terlalu terpaku pada penjelasan normatif Perpres 191 tahun 2014 yang katanya segmen pengguna pertalite masih sangat lebar. Padahal menurut kami fenomena tentang pertalite itu bukan saja pada persoalan segmentasi penggunanya namun urgensinya ada pada stok BBM jenis pertalite dan Pertamax yang ada di SPBU setiap daerah, juga kondisi fluktuatif harga kedua jenis BBM.



"Artinya bahwa untuk bisa menarik pengguna mobil mewah agar memakai Pertamax maka harusnya harga Pertamax jangan terlalu mahal dari pertlite juga stok pertamaxnya harus mencukupi. Oleh karena sebagian mobil mewah lebih memilih menggunakan pertalite karena harga murah dan akses untuk mendapatkan pertalite mudah hal itulah yang membuat stok pertalaite cepat habis dan langka di SPBU. Dimana diketahui harga Pertamax di SPBU perliter. 10.000 pertalite 7.800.



Disisi yang lain masalah kebijakan menggunkan aplikasi mypertamina menurut kajian kami dari LEMI PB HMI tidak tepat pada waktunya oleh karena mengingat banyak daerah yang fasilitas internetnya belum memadai. Logisnya pengguna pertalite dan pertamax itu bukan saja di masyarakat kota yang jaringan internet sering lambat namun juga ada di pelosok desa yang notabenya ada kendaraan mewah juga. Sebab sasaran kedua jenis BBM adalah pada masyarakat umum tanpa ada batasan teritorial. Belum lagi sebagian masyarakat yang tinggal di kota walaupun punya kendaraan mewah namun masih rendah pemahamannya dalam menggunakan aplikasi-aplikasi terbaru bahkan ada yang belum memahami menggunakan andorid (Smartphone) sama sekali apalagi masyarakat kelas ekonomi menengah kebawah alias kategori miskin yang punya kendaraan.



Fenomena-fenomena ini menggambarkan bahwa perumusan kebijakan dari pemerintah lewat PT.pertamina tidak memiliki rumusan masalah yang komprehensif sehingga formulasi kebijakannya masih tumpang tindih serta menyulitkan masyarakat dan tidak membijaki semua kebutuhan rakyat tentang kedua jenis BBM.