RUHIOLOGI: Ijtihad Intelektual Berkesadaran Ketuhanan

Prof. Iskandar, M. Si., M. Pd., MH., Ph.D (Founder Ruhiology) 


Kerisjambi.id-Opini- Di tengah derasnya arus teknologi, manusia sering kali merasa kehilangan pegangan. Gadget semakin pintar, kecerdasan buatan kian canggih, namun banyak orang justru merasa kosong di dalam. Pertanyaan klasik kembali mencuat: Apakah semua ini benar-benar membuat hidup kita lebih bermakna?


Dari kegelisahan inilah lahir Ruhiologi, sebuah gagasan segar yang kini ramai dibicarakan di dunia pendidikan dan keilmuan. Konsep ini digagas oleh akademisi Iskandar bersama sejumlah peneliti lain. Mereka menyebut Ruhiologi sebagai ijtihad intelektual berkesadaran ketuhanan.


Apa Itu Ruhiologi?

Selama ini kita mengenal berbagai jenis kecerdasan: IQ (intelektual), EQ (emosional), SQ (spiritual), hingga belakangan muncul AIQ (Artificial Intelligence Quotient) untuk mengukur relasi manusia dengan kecerdasan buatan.

Namun, menurut para pengusung Ruhiologi, semua itu masih parsial. “Pintar saja tidak cukup, bahkan religius saja belum tentu membumi. Semua kecerdasan itu butuh satu pusat kendali: ruh,” jelas Iskandar dalam salah satu karyanya (2025).

Inilah yang disebut Ruhani Quotient (RQ) - kecerdasan berbasis ruh, yang menjadi fondasi dan pengarah bagi kecerdasan lainnya.

Mengapa Perlu Ruhiologi?

Konsep ini muncul sebagai jawaban atas kegelisahan zaman.

Ilmu tanpa nilai berbahaya. Sejarah, pengetahuan bisa melahirkan kesejahteraan tapi juga kehancuran, seperti bom atom.

Ijtihad butuh ruh. Proses mencari kebenaran bukan hanya soal logika, tapi juga kesucian niat dan keterhubungan dengan Tuhan.

Pendidikan kehilangan jiwa. Sistem pendidikan modern sering terjebak pada angka dan prestasi, namun lupa menumbuhkan karakter.

Krisis spiritual. Di tengah modernitas, banyak orang mengalami kekeringan batin meski hidup serba cukup.


Dari Laboratorium Hingga Ruang Salat

Menariknya, ide Ruhiologi ternyata tidak bertentangan dengan riset ilmiah mutakhir. Sebuah meta-analisis yang dilakukan Ganesan dkk (2022) menemukan bahwa meditasi dan fokus mampu mengubah struktur otak manusia dan meningkatkan keseimbangan emosi.

Di sisi lain, penelitian tentang neurotheology oleh Newberg & d’Aquili (2001) membuktikan bahwa pengalaman spiritual memang punya jejak nyata di otak.

“Ini membuktikan bahwa jalan ruhani bukan sekadar keyakinan, tapi juga punya landasan ilmiah,” tulis Iskandar dalam salah satu publikasinya.


Pilar Ijtihad Berkesadaran Ketuhanan

Para pemikir Ruhiologi menyebut ada empat pilar utama bagi intelektual yang ingin berkesadaran ketuhanan:


1. Niat tulus – ilmu dijalani sebagai ibadah, bukan sekadar ambisi.

2. Metode ilmiah – tetap kritis dan berbasis data.

3. Spiritualitas terintegrasi – salat, dzikir, dan ibadah sebagai penopang berpikir.

4. Etika sosial – ilmu harus memberi manfaat bagi masyarakat.

Dengan empat pilar ini, intelektual bukan hanya penguasa data, tapi juga penjaga nilai.

Jalan Praktis Ruhiologi

Lalu bagaimana penerapannya?

Konsentrasi. Melatih fokus dalam belajar, bekerja, dan beribadah.

Kontemplasi. Membiasakan diri tafakur, merenungi ayat-ayat Tuhan di alam dan diri sendiri.

Integrasi. Menyatukan ritual ibadah dengan kehidupan intelektual sehari-hari.

Sederhana, tapi efeknya besar.


Menyatukan Sains dan Iman

Kini, ketika AI mulai menyaingi kecerdasan manusia, pertanyaan besar muncul: bagaimana manusia tetap punya keunggulan?

Jawaban Ruhiologi jelas: ruh tidak bisa digantikan mesin. AI bisa menganalisis data, tapi ia tak bisa berdoa. AI bisa menghitung algoritma, tapi ia tak bisa merasakan makna.

Itulah mengapa, menurut Iskandar, abad 21 butuh paradigma baru yang bukan hanya smart, tapi juga sacred.

Ruhiologi bukan sekadar istilah baru dalam kamus akademik. Ia adalah undangan untuk menghidupkan kembali jiwa ilmu. Sebab pada akhirnya, ilmu tanpa ruh hanya akan jadi data kosong, sementara ilmu yang berjiwa akan menjadi cahaya yang menuntun peradaban.

Seperti firman Allah dalam QS Al-Isra’ ayat 85:

“Mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: ruh itu urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.”


Refensi:

Iskandar, I., Aletmi, A., & Sastradika, D. (2019). Pendidikan Holistik Berbasis Kecerdasan Ruhiologi di Era Revolusi Industri 4.0. Tarbawi: Jurnal Ilmu Pendidikan, 15(2), 223–231. https://doi.org/10.32939/tarbawi.v15i02.467


Iskandar. (2021). Kecerdasan Ruhiologi dalam Dimensi Perilaku Spiritual Keberagamaan (Studi terhadap Geneologi dan Kontinuitas Eksistensi Jami’yyatul Islamiah Kerinci).


Iskandar, I. (2021). Psikologi Pendidikan Menghadapi Pembelajaran Abad 21.


Iskandar, I. (2022). Pendidikan Ruhani Berbasis Kecerdasan Ruhiologi. El-Ghiroh: Jurnal Studi Keislaman, 20(01), 1–13.


Iskandar & Aletmi, S. (2023). Psikologi Salat: Mengelola Stres Pendidikan Abad 21 (Perspektif Pendidikan Ruhani berbasis Kecerdasan Ruhiologi). LPP Balai Insan Cendekia.


Iskandar. (2025). Ruhiologi: Paradigma Baru Pendidikan Holistik Abad 21.


Ganesan, S., et al. (2022). Focused attention meditation in healthy adults: A systematic review and meta-analysis of functional MRI studies. Neuroscience & Biobehavioral Reviews. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/36067965/


Ganuthula, V. R. R., & Balaraman, K. K. (2025). Artificial Intelligence Quotient (AIQ): A novel framework for measuring human-AI collaborative intelligence [Preprint]. arXiv. https://arxiv.org/abs/2503.16438


Goleman, D. (1995). Emotional Intelligence: Why it can matter more than IQ for character, health and lifelong achievement. Bantam Books.


James, W. (1902). The Varieties of Religious Experience: A Study in Human Nature. Longmans, Green, and Co.


Newberg, A., & d’Aquili, E. (2001). Why God Won’t Go Away: Brain Science and the Biology of Belief. Ballantine Books.


Qin, X. (2024). Artificial Intelligence Quotient (AIQ) [SSRN preprint]. https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=4787320


Terman / Binet (historical overview). (n.d.). In K. VerywellMind (Ed.), History of intelligence testing. Retrieved from https://www.verywellmind.com/history-of-intelligence-testing-2795581


Ushuluddin, A.; Majid, A.; Masruri, S. S. I. (2021). Understanding Ruh as Source of Human Intelligence in Islam. The International Journal of Religion and Spirituality in Society, 11(2).


Ushuluddin, A., Madjid, A., Masruri, S., & Affan, M. (2021). Shifting paradigm: From Intellectual Quotient, Emotional Quotient, and Spiritual Quotient toward Ruhani Quotient in ruhiology perspectives. Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies, 11(1), 139–162. https://doi.org/10.18326/IJIMS.V11I1.139-162


Zohar, D., & Marshall, I. (2000). Spiritual Intelligence: The Ultimate Intelligence. Bloomsbury.


Tags: