Kuasa hukum Ramli umar ajukan praperadilan POLRES Kerinci ke Pengadilan Negeri Sungai Penuh


 - Kuasa Hukum Ramli Umar resmi praperadilan Polres Kerinci ke Pengadilan Negeri Sungai Penuh pada senin 2/1/2023 di PN Sungai penuh. 


Kuasa Hukum Ramli Umar resmi praperadilan Polres Kerinci ke Pengadilan Negeri Sungai Penuh pada senin 2/1/2023 di PN Sungai penuh. Kuasa Hukum Ramli Umar, Kurniadi Aris, S.H.,M.M mengemukakan praperadilan ini diajukan terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka dengan pemohon Ramli Umar dan Termohon Kepala Kepolisian Resort Kerinci di PN Sungai penuh dengan Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2023/PN Spn. 

Karena klien kami Ramli Umar saat di panggil oleh pihak Penyidik Polres kerinci dengan sangkaan “ Melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan,”ungkap aris 

“Namun setelah diperiksa tidak adanya pertanyaan Penyidik Polres kerinci yang menanyakan tentang hal Penipuan atau Penggelapan jika yang dimaksud adalah penipuan dan penggelapan tanah tambang galian C yang berada di sungai tuak Siulak Deras Kecamatan Gunung Kerinci, Kabupaten Kerinci pada saat ini sedang di kuasai oleh Irwandri, Rizal Kadni dan Hendri Marzuki. 

Kan sudah jelas dan nyata Ramli umar lah yang seharusnya menguasai tanah galian C yang izinnya juga saat ini atas nama Ramli Umar dan hingga saat ini kog masih dikuasai oleh Pelapor. 

“Jadi penggelapan mana yang dimaksud Irwandi dan Polres Kerinci adalah pemutar balikan Fakta Hukum yang sesungguhnya, dan penyidikan yang tidak procedural dan berpihak ini haruslah dihentikan tidak jelas sangkaanya (Obscuur Libel) Dalam Menetapkan Pemohon Sebagai Tersangka ini adalah penzaliman terhadap klain kami,”terang aris 

Sebab penetapkan tersangka terhadap klain kami dalam dugaan Penipuan dan Penggelapan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 378 dan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana oleh Polres Kerinci harusnya tidak terpenuhi. 

Karena sudah jelas tidak memenuhi minimal 2 (dua) alat bukti sebagaimana tertuang dalam Putusan Mahkamah Konstitusi dengan nomor Perkara 21/PUU-XII/2014, maka dapat dinyatakan tidak sah dan tidak berdasar atas hukum”ucap Aris. 

Sebab perbuatan Klain kami murni merupakan Hubungan Hukum Keperdataan jika berdasarkan laporan Irwandri kepada Polres Kerinci, hal ini dibuktikan adanya gugatan sengketa hak di pengadilan negeri sungai Penuh dengan nomer Perkara 60/Pdt.G/2022/PN.Spn, yang mana dalam Perkara ini sebagai Pengggugat adalah Ramli Umar (Pemohon PraPeradilan) melawan Irwandri Tergugat 1 dalam Gugatan Perdata Tersebut di PN Sungai Penuh. 

Dan ini juga dikuatkan oleh saksi ahli pada sidang kedua praperadilan pada kamis 12/01/2023 yang menghadirkan Doktor Ilmu Hukum Dr.Laurensius Arliman Simbolon, S.H., M.Kn., M.H., M.M Dosen Universitas Andalas Padang yang dihadirkan oleh pemohon. 

“Bahwa keterangan saksi hanya berdiri sendiri tanpa dukungan alat bukti lainya maka tidak memiliki kekuatan pembuktian sesuai Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHP) desebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah keterangan saksi , keterangan ahli, suarat atau dokumen petunjuk dan keterangan terdakwa. 

Sebab dalam system pembuktian hukum acara pidana yang menganut stelselnegatief wettelijk, hanya alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang yang dapat

dipergunakan untuk pembuktian (Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-alat). 

Terhadap alat bukti yang dihadirkan pada kasus perdata dan kasus pidana, maka kasus perdata yang terlebih didahulukan sampai dengan memiliki kekuatan hukum yang tetap.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1950 Tentang Susunan, Kekuasaan, dan Jalan

Pengadilan Mahkamah Agung Indonesia, pada Pasal 131 disebutkan bahwa: “Jika dalam jalan-pengadilan ada soal yang tidak diatur dalam Undang-Undang, maka Mahkamah Agung dapat menentukan sendiri secara bagaimana soal itu harus diselesaikan”.jelas Dr.Laurensius.. 

“Apakah kerugian perdata yang timbul akibat perbuatan pidana. Atau, perbuatan pidana baru dapat dibuktikan jika tidak ada sengketa keperdataan soal kepemilikan suatu benda tersebut. 

Sudah sepatutnya dengan adanya prejudicial geschil tersebut menjadikan pertimbangan hakim dimana kasus perdata sudah seharusnya untuk didahulukan dari pada pidana. 

Selanjutnya dalam persidangan ahli juga menerangkan bahwa apabila terjadi mal aministrasi dalam penyelidikan dan penyidikan maka berakibat penetapan seseorang sebagai tersangka adalah cacat hukum (tidak sah), seperti tidak memberikan hasil gelar perkara kepada terlapor baik di tingkat penyidikan dan Penyelidikan, tidak memberikan kesempatan kepada terlapaor untuk mengahadirkan bukti-bukti yang akan menringakannya baik saksi ataupun surat, selanjutnya, saat penyelidikan dan penyidikan apparat kepolisian yang memeriksa orang-orang yang di periksanya mereka tidak menyebutkan atas dugaan apa seseorang di periksanya juga dia harus menyebutkan identitasnya kepada orang yang di periksa tersebut. 

Selanjutnya profesionalitas penyelidik dan penyidik dibuktikan dengan sertfikasi Penyelidik dan Penyidik jika tidak ada sertfikasi tersebut maka produk-produk hukum yang di keluarkan termasuk penetapan tersangka cacat hukum, begitu juga dalam menghimpun bukti tidaklah bisa surat foto kopi yang di hadirkan sebagai bukti apalagi foto kopi dari sebuah perjanjian yang tidak di tandatanagni bahkan pihak yang dirugikan pun tidak membubhkan tandatangan tentu ini penilai yang subjektif dan terseksan dipaksakan sehingga terjadi cacat secara hokum administrsi dikarenakan tersangka adalah penetapan secara admintrasif maka dengan demikian penetapan tersebut tidak sah menurut hukum,”tegasnya 

Kuasa Hukum Pemohon dalam perkara Praperadilan ini yang akan diputusan pada senin tanggal 16/01/2023 mengharapkan agar sengketa hak yang mana yang sudah begulir perkaranya terlebih dahulu gugatan perdatanya di PN Sungai Penuh maka berdasarkan Perma No 1 tahun 56, jika ada perkara perdata yang sedeng diperiksa hakim maka perkara yang sama terhadap objek dan pihak yang sama maka perkara pidana harus ditangguhkan terlebih dahulu sebagaimana lazimnya praktek hukum di Indonesia,. 

“Apa lagi menurut kami dan ahli tidak terpenuhinya 2 unsur alat bukti yang sah sebagaimana yang di tetapkan oleh putusan MK No 21 tahun 2014 tentang dua alat bukti yang sah dengan fakta yang terungkap dipersidangan  tentunya hakim melihat dengan terang semua ini dan karena asas pidana ultimum remedium, maka sangatlah penetapan Ramli Umar harus dikesampingkan demi hukum,”tutup aris. (*)